Saturday, September 22, 2012

POTENSI TANAMAN HUTAN MENYERAP KARBON


POTENSI TANAMAN HUTAN MENYERAP KARBON
Chairil Anwar Siregar1
3.1 Pendahuluan

Fenomena pemanasan global sebagai dampak meningkatnya kandungan gas rumah kaca di atmosfer sampai hari ini masih menjadi perhatian serius masyarakat dunia. Berbagai upaya, baik melalui kegiatan penelitian sampai lobi-lobi politik tingkat internasional secara intensif dilakukan untuk mendapatkan kesepakatan seputar pengurangan emisi gas rumah kaca di atmosfer. Salah satu kesepakatan tersebut adalah Protokol Kyoto yang di dalamnya menawarkan upaya bersama pengurangan emisi gas rumah kaca antara negara maju dengan negara berkembang melalui Clean Development Mechanisme (CDM) yang implementasinya pada periode I akan dilaksanakan selama 4 tahun (2008-2012) (MacDicken, 1999). Kesepakatan lainnya adalah hasil dari COP 13 (Bali Action Plan) yang didalamnya mengamanatkan untuk implementasi REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Degradation) pada tahun 2012 (Masripatin, 2007). Dengan mekanisme REDD+ ini, Indonesia memiliki peluang yang besar dalam mekanisme perdagangan karbon karena memiliki kawasan hutan tropis yang sangat luas dimana pada saat ini dalam kondisi laju deforestasi dan degradasinya tinggi.
Terkait dengan mekanisme REDD+, maka diperlukan data laju deforestasi, data degradasi dan potensi kandungan karbon secara akurat. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam melalui UKP (Usulan Kegiatan Penelitian) telah melaksanakan penelitian karbon pada beberapa jenis tanaman. Selama ini telah diperoleh beberapa formulasi persamaan allometrik biomasa tanaman antara lain jenis agathis, api-api, sengon, meranti, pinus, akasia dan lain-lain. Berbagai persamaan allometrik tersebut sangat penting dalam menduga kandungan biomasa tanaman dan karbon secara akurat dalam rangka mendukung era perdagangan karbon di masa mendatang.

3.2 Tujuan dan Sasaran
Maksud penelitian ini adalah untuk memberikan informasi/gambaran mengenai potensi tanaman hutan dalam menjerap karbon sehingga dapat mengurangi efek gas rumah kaca dan dapat memperbaiki kualitas lingkungan.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk mensintesakan hasil-hasil penelitian karbon yang telah dilaksanakan oleh Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam dengan memperhatikan masukan-masukan dari berbagai pihak.
Sasaran atau target penelitian ini adalah tersedianya informasi dan data akurat mengenai hasil-hasil penelitian karbon secara komprehensif yang telah dilaksanakan oleh Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam beserta UPT-UPT terkait.
Metodologi
Kegiatan sintesa penelitian pada tahun 2009 ini dilaksanakan melalui tahapan pengumpulan data, analisis data, diskusi, seminar, pembuatan laporan hasil penelitian dan publikasi.
Pengumpulan data dilakukan melalui koleksi data sekunder dan data primer yang diperoleh dari hasil penelitian. Analisis data dilakukan melalui tabulasi data dan interpretasi data dengan bantuan software komputer seperti Microsoft Office Excel (2003) dan SAS (1995). Kegiatan diskusi dilaksanakan melalui diskusi antar peneliti dan diskusi dengan nara sumber terkait. Seminar dilaksanakan dengan mengundang para peneliti dan nara sumber terkait baik dari Perguruan Tinggi maupun dari lembaga penelitian lainnya. Pembuatan laporan hasil penelitian dan publikasi dilakukan setelah mendapatkan masukan dari berbagai pihak dari hasil diskusi maupun hasil seminar.
Dalam kegiatan kuantifikasi biomassa karbon pada hutan tanaman, dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut:
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : meteran, phiband, golok, chainsaw, gergaji kayu, cangkul, timbangan, oven, timbangan digital, karung, tali ikat, plastik, spidol, pensil, kamera, kalkulator, buku catatan dan komputer.
Prosedur Kerja
Formulasi persamaan allometrik tegakan hutan untuk penilaian sekuestrasi karbon dilaksanakan melalui kegiatan pengukuran kandungan biomasa dan karbon.
3.3.2.1 Disain plot penelitian
Kegiatan pengukuran kandungan biomasa dan karbon dilakukan pada 4 plot penelitian dengan ukuran masing-masing seluas 20 x 20 meter (Gambar 1).
Gambar 1. Disain plot penelitian

3.3.2.2 Pengukuran biomasa tegakan dengan destructive sampling
Destructive sampling merupakan metode pengukuran biomasa tegakan dengan cara menebang dan membongkar seluruh bagian pohon. Pengukuran biomasa dilakukan
berdasarkan bagian-bagian pohon, yaitu akar, batang, cabang, ranting, dan daun, dengan tahapan kegiatan sebagai berikut:
1. Jumlah pohon yang ditebang sebanyak 35 pohon untuk keempat plot dan harus mewakili kelas diameter rendah, sedang dan besar. Batasan 35 pohon ini sifatnya relatif karena tergantung dari sebaran kelas diameter yang ada. Oleh karena itu, jumlah pohon yang ditebang kemungkinan bisa lebih kecil dari jumlah 35 pohon. Meskipun jumlah pohon yang akan ditebang jumlahnya lebih kecil dari jumlah 35 pohon, tetapi diusahakan supaya kelas diameter yang ada mewakili kelas diameter kecil, sedang dan besar.
2. Sebelum ditebang, ukur diameter batang dan tinggi pohonnya.
3. Setiap bagian pohon yang telah ditebang yakni akar, batang, cabang, ranting, dan daun dipisahkan dan ditimbang untuk mengetahui berat biomasa segarnya (Kg).
4. Ambil sampel sebesar 200 gram pada setiap bagian pohon (akar, batang, cabang, ranting, dan daun) untuk diukur berat keringnya di laboratorium
5. Hitung persamaan allometrik (koefisien a ~ b) dengan formulasi sebagai berikut:
W total (berat biomasa total, Kg) = a (DBH)b, dimana:
DBH: diameter batang
6. Biomasa karbon = berat biomasa x 0,5 (Brown, 1997).
Hasil dan Pembahasan
Persamaan Allometrik
Kegiatan penelitian UKP Teknologi dan Kelembagaan Pemanfaatan Jasa Hutan sebagai penjerap karbon pada tahun 2003-2009 telah dilaksanakan pada beberapa jenis tanaman. Selama ini telah diperoleh beberapa formulasi persamaan allometrik biomasa tanaman antara lain jenis agathis, api-api, sengon, meranti, pinus, akasia dan lain-lain. Berbagai persamaan allometrik (Tabel 1) tersebut sangat penting dalam menduga kandungan biomasa tanaman dan karbon secara akurat dalam rangka mendukung era perdagangan karbon di masa mendatang. Persamaan allometrik tersebut diperoleh dari kegiatan destructive sampling pada 9 jenis tanaman sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Pada setiap kegiatan destructive sampling mengambil sebanyak 35 sampel tanaman, dengan demikian selama tahun 2003-2009 telah dilakukan destructive sampling sebanyak 315 sampel.
Tabel . Persamaan allometrik pada beberapa jenis hutan tanaman
No.
Jenis tanaman
Persamaan allometrik
(Total Dry Weight)
Lokasi
1.
A. mangium
TDW = 0.12 (DBH)2.28
Maribaya, Bogor
2.
P. merkusii
TDW = 0.1 (DBH)2.29
Cianten, Bogor
3.
S. leprosula
TDW = 0.15 (DBH)2.3
Ngasuh. Bogor
4.
P. falcataria
TDW=0.1479 (DBH)2.2989
Sukabumi
5.
P. falcataria
TDW = 0.2831 (DBH) 2.063
Kediri
6.
Avicennia marina
TDW = 0.2901(DBH) 2.2605
Ciasem, Subang
7.
Agathis loranthifolia
TDW = 0.4725 (DBH) 2.0112
Baturaden
8.
Aleurites moluccana
TDW = 0,064(DBH)2,4753
Kutacane, Aceh Tenggara
9.
Rhizophora mucronata
TDW = 0,1366(DBH)2,4377
Ciasem, Purwakarta
10.
Tanah kering
TDW = 0.1728 (DBH) 2.2234
Lokasi No. 1, 2, 3, 4, 5, 7 dan 8.
11.
Tanah mangrove
TDW = 0.2064 (DBH) 2.34
Lokasi No. 6 dan 9.

Dari hasil semua destructive sampling, apabila dikelompokkan berdasarkan kerapatan jenis kayu (Gambar 3) maka terdapat dua persamaan allometrik hutan tanaman di tanah kering (jenis tanaman: A. mangium, P. merkusii, S. leprosula, P. falcataria, A. loranthifolia dan A. moluccana) dan tanah mangrove (jenis tanaman: A. marina dan R. mucronata) (Gambar 2).

Potensi Biomassa Beberapa Jenis Hutan Tanaman
Pengukuran jasa hutan sebagai penjerap karbon berkaitan erat dengan potensi biomassa dimana dalam 50% biomassa tersusun/terkandung karbon (C). Potensi biomassa, serapan CO2 dan kerapatan jenis kayu beberapa jenis hutan tanaman disajikan sebagaimana pada Tabel.
Tabel . Potensi biomassa, serapan CO2 dan kerapatan jenis kayu beberapa jenis hutan tanaman
No.
Jenis tanaman
Diameter (cm)
Potensi Biomassa (ton/pohon)
Serapan
CO2 (ton/ pohon)
Kerapatan Jenis Kayu (kg/m3)
Lokasi
1.
A. mangium
5.5-35.5
0.058
0.106
450.00
Maribaya, Bogor
2.
P. merkusii
5.5-35.5
0.049
0.090
575.00
Cianten, Bogor
3.
S. leprosula
5.5-35.5
0.076
0.139
583.00
Ngasuh. Bogor
4.
P. falcataria
5.5-35.5
0.076
0.139
365.00
Sukabumi dan Kediri
5.
Avicennia marina
5.5-35.5
0.132
0.242
680.00
Ciasem, Subang
6.
Agathis loranthifolia
5.5-35.5
0.048
0.088
500.00
Baturaden
7.
Aleurites moluccana
5.5-35.5
0.052
0.095
480.00
Kutacane, Aceh Tenggara
8.
Rhizophora mucronata
5.5-35.5
0.101
0.185
695.00
Ciasem, Purwakarta
9.
Tanah kering
5.5-35.5
0.071
0.130
506.00
Lokasi No. 1, 2, 3, 4, 6 dan 7.
10.
Tanah mangrove
5.5-35.5
0.117
0.215
687.50
Lokasi No. 5 dan 8.

Dalam penelitian ini, kerapatan jenis kayu memegang peranan penting dalam pengelompokan jenis untuk pembuatan persamaan allometrik. Perbedaan lokasi dengan karakteristik tempat tumbuh yang berbeda namun memberikan hasil yang sama, yaitu P. falcataria di Sukabumi dan Kediri karena memiliki tren grafik persamaan allomterik yang sama dalam satu kelompok. Selain itu, potensi biomassa tanaman P. falcataria di Sukabumi (225.56 ton/ha) tidak berbeda jauh dengan Kediri (268.63 ton/ha). Indikasi yang sama ditemukan dalam biomassa A. moluccana di Aceh dan di Lampung. Menurut Ginting dan Pradjadinata (1995), hasil penelitian biomassa A. moluccana di Aceh (164.1 ton/ha) tidak berbeda jauh dengan biomassa A. moluccana di Lampung (182.89 ton/ha).
Hubungan antara biomassa tanaman dengan
kerapatan jenis kayu




Hubungan antara DBH tanaman dengan

 biomasa total tanaman



Tabel . Hasil analisis beda nyata nilai tengah biomassa (ton/pohon) pada berbagai jenis
Jenis Tanaman
Nilai Tengah Biomassa (ton/pohon)
Avicennia marina
0.132 a
Rhizophora mucronata
0.101 a
Shorea leprosula
0.076 b
Paraserianthes falcataria
0.076 b
Acacia mangium
0.058 b
Aleurites moluccana
0.052 b
Pinus merkusii
0.049 b
Agathis loranthifolia
0.048 b
beda nilai tengah tukey (p-value = 0.048)
Penutup
Sebagai penutup beberapa hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Terdapat dua kelompok persamaan allometrik hutan tanaman di tanah kering dan tanah mangrove yang merupakan hubungan antara DBH dengan berat kering total tanaman. Persamaan tersebut adalah: berat kering total = 0.1728 (DBH)2.2234 (untuk hutan tanaman di tanah kering) dan berat kering total = 0.2064 (DBH) 2.34 (untuk hutan tanaman di tanah mangrove).
2. Terdapat pengelompokan dua kerapatan jenis kayu: 1) kelompok berat jenis kayu pada tanah kering (jenis tanaman: A. mangium, P. merkusii, S. leprosula, P. falcataria, A. loranthifolia dan A. moluccana) dan 2) kelompok berat jenis kayu pada tanah mangrove (jenis tanaman: A. marina dan R. mucronata).
3. Biomassa tanaman dan kerapatan jenis kayu memiliki hubungan yang sangat erat dan sangat signifikan (hasil korelasi Pearson = 0.812 dan nilai peluang kesalahan = 0.004). Hal ini menunjukkan bahwa nilai kerapatan kayu dapat dijadikan dasar dalam pengelompokan jenis untuk pembuatan persamaan allometrik (hubungan DBH dengan biomassa total) karena memiliki tren grafik yang sama.
4. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan lokasi dengan karakteristik tempat tumbuh yang berbeda akan memberikan hasil tren persamaan allometrik yang sama. Yang menjadi faktor pembatas utama dalam penelitian ini adalah kerapatan jenis kayu.