Saturday, February 29, 2020

Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap

Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap
Sebelumnya kita telah membahas tentang Pengelolaan Perikanan dan pengertiannya serta ada juga Makalah Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan. Dan Kali ini akan mengutip dari BPPP Tegal tentang Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap

Pengelolaan Perikanan Tangkap

Dalam pengelolaan perikanan tangkap, terdapat beberapa ketentuan/peraturan yang seyogyanya dimengerti dan dipahami untuk dapat dilaksanakan dengan benar, khususnya oleh para pelaku utama penangkapan ikan (nelayan), pelaku usaha maupun para stakeholder perikanan tangkap lainnya. Beberapa peraturan/ ketentuan yang mengatur kegiatan penangkapan ikan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kewenangan Daerah dalam Pengelolaan Wilayah Penangkapan Ikan

Sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (UU Otonomi Daerah), bahwa daerah diberikan wewenang untuk mengelola wilayah penangkapannya sesuai dengan kemampuan daerah masing-masing. Untuk itu dalam UU tersebut telah diatur tentang beberapa kewenangan dalam pengelolaan perikanan tangkap. Pasal yang mengatur kewenangan adalah Pasal 18. Hal yang penting dari Pasal 18 adalah sebagai berikut :

Pasal 18

(1) Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut.
(3). Kewenangan tersebut meliputi :

a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;
b. pengaturan administratif ;
c. pengaturan tata ruang ;
d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;
e. Ikut serta dalam pemeliharaan keamanan ;d. Ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.

(4). Kewenangan untuk Provinsi paling jauh 12 mil laut dari pantai, dan untuk Kabupaten/Kota sepertiganya (4 mil laut) ;
(6). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi nelayan kecil ;
(7). Pelaksanaan ketentuan tersebut diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.

Terkait dengan pasal tersebut diatas, telah terbit berbagai macam peraturan perundang-undangan (Peraturan Pemerintah, Keppres, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Perda,dan lain-lain). Beberapa aturan tersebut diantaranya adalah Peraturan tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan.

Perlu dipahami bersama, bahwa laut adalah akses terbuka, artinya kewenangan yang diberikan kepada daerah adalah kewenangan sebagaimana Pasal 18 ayat (1), (3) dan (4) tersebut diatas. Sehingga tidak ada kewenangan untuk melarang nelayan dari daerah lain yang melakukan kegiatan penangkapan di daerah tertentu.

2. Peraturan tentang Jalur Penangkapan

Ketentuan tentang Jalur Penangkapan di Indonesia didasarkan pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor : PER.02/MEN/2011 tanggal 31 Januari 2011 Tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, yang memberikan pengertian dan pengaturan sebagai berikut :
Jalur Penangkapan Ikan adalah wilayah perairan yang merupakan bagian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) untuk pengaturan dan pengelolaan kegiatan penangkapan yang mengunakan alat penangkap ikan yang diperbolehkan dan/atau yang dilarang.

  • Alat Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disebut API, adalah sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk penangkapan ikan.
  • Alat Bantu Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disebut ABPI, adalah alay yang digunakan untuk mengumpulkan ikan dalam kegiatan penangkapan ikan.
  • Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut WPP-NRI, adalah wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia.

Tujuan ditetapkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan ini adalah untuk mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan yang bertanggung jawab, optimal dan berkelanjutan serta mengurangi konflik pemanfaatan sumber daya ikan berdasarkan prinsip pengelolaan sumber daya ikan.

Bab II Peraturan Menteri KP tersebut mengatur tentang Jalur Penangkapan Ikan, sebagai berikut :
Pasal 3 : Jalur Penangkapan Ikan di WPP-NRI terdiri dari :
a. Jalur penangkapan ikan I.
b. Jalur penangkapan ikan II.
c. Jalur penangkapan ikan III.
Pasal 4 menjelaskan tentang wilayah perairan yang termasuk pada masing-masing jalur penangkapan ikan sebagai berikut :

a. Jalur penangkapan ikan I, terdiri dari 2 (dua) wilayah, yaitu :

  • Jalur penangkapan ikan Ia, meliputi perairan pantai sampai dengan 2 (dua) mil laut yang diukur dari permukaan air laut pada surut terrendah.
  • Jalur penangkapan ikan Ib, meliputi perairan pantai diluar 2 (dua) mil laut sampai dengan 4 (empat) mil laut.

b. Jalur penangkapan ikan II, meliputi perairan diluar jalur penangkapan ikan I sampai dengan 12 (dua belas) mil laut diukur dari permukaan air laut pada surut terrendah.
c. Jalur penangkapan ikan III, meliputi Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan perairan di luar Jalur II.

Sementara Pasal 5 mengatur tentang Jalur Penangkapan Ikan di WPP-NRI yang berjumlah 11(sebelas) WPP-NRI berdasarkan karakteristik kedalaman perairan, sebagai berikut :
1). Perairan dangkal ≤ 200 meter, terdiri dari :

  • WPP-NRI 571 : meliputi perairan Selat Malaka dan Laut Andaman ;
  • WPP-NRI 711 : meliputi perairn Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan ;
  • WPP-NRI 712 : meliputi perairan Laut Jawa ;
  • WPP-NRI 713 : meliputi perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali ;
  • WPP-NRI 718 : meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor Bagian Timur.

2). Perairan dalam ˃ 200 meter, terdiri dari :

  • WPP-NRI 572 : meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda ;
  • WPP-NRI 573 : meliputi perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa sampai dengan Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor Bagian Barat ;
  • WPP-NRI 714 : mreliputi perairan Teluk Tolo dan Laut Banda ;
  • WPP-NRI 715 : meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau ;
  • WPP-NRI 716 : meliputi perairan Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau Halmahera, dan
  • WPP-NRI 717 : meliputi perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik.

Dengan penetapan WPP tersebut diharapkan pengawasan pengelolaan sumber daya perikanan tangkap, monitoring dan evaluasi tingkat pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan akan dapat dilaksanakan lebih efektif dan efisien.

3. Pengawasan Perikanan Tangkap

Guna melindungi berbagai kejahatan/ pelanggaran bidang perikanan, maka pemerintah (Menteri Kelautan dan Perikanan) telah mengeluarkan Keputusan Nomor : KEP.02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan. Dengan keputusan tersebut diharapkan pengawasan terhadap kapal perikanan dapat dilakukan dengan lebih baik dan terkoordinasi. Tugas pengawasan tersebut menadi tanggung jawab Pengawas Perikanan Bidang Penangkapan Ikan.

Selanjutnya Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Dirjen PSDKP) menerbitkan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) Pengawasan Penangkapan Ikan dengan Keputusan Nomor : KEP.06/DJ-PSDKP/IV/2004 tanggal 27 April 2004. melalui Direktur Jenderal PSDKP telah menerbitkan suatu peraturan tentang Pengawasan Bidang Penangkapan Ikan. Tugas Pengawasan tersebut dibagi dalam 3 (tiga) tingkatan, yaitu :
a. Pengawas Tingkat Kabupaten/Kota
  • Diangkat oleh Bupati / Walikota ;
  • Sasaran kapal kurang dari 10 GT ;
  • Daerah penangkapan kurang dari 4 mil laut.
b. Pengawas Tingkat Provinsi :
  • Diangkat oleh Gubernur ;
  • Sasaran kapal lebih 10 GT hingga 30 GT ;
  • Daerah penangkapan antara 4 – 12 mil laut.
c. Pengawas Tingkat Pusat :
  • Diangkat oleh Dirjen PSDKP ;
  • Sasaran kapal lebih 30 GT atau lebih 90 HP ;
  • Daerah penangkapan lebih dari 12 mil laut.

Unsur-unsur yang diawasi ialah :

  • keabsahan dokumen kapal ;
  • kesesuaian alat tangkap dan kapal ;
  • kesesuaian daerah penangkapan ;
  • alat tangkap bukan alat yang dilarang atau membahayakan kelestarian SDI (sumber daya ikan) ;
  • kesesuaian ABK dengan dokumen yang ada ;
  • kesesuaian hasil tangkapan ;
  • sah melakukan penangkapan ikan.

Pelanggaran tersebut dapat dilaporkan kepada Pengawas Perikanan Bidang Penangkapan Ikan, yang selanjutnya akan diproses secara hukum oleh Penyidik yang berwenang, seperti: PPNS, Polri atau Perwira TNI-AL. Bahkan guna memperluas peran masyarakat, dalam UU No. 31 Tahun 2004 tercantum satu pasal yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk membantu pengawasan perikanan (Pasal 67). Sehingga masyarakat diberikan kesempatan untuk ikut berperan serta mengawasi pengelolaan penangkapan ikan, namun masyarakat tidak berwenang melakukan tindakan hukum. =(Pran, 15/04/2011)
Referensi :
1. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor : PER.02/MEN/2011 tanggal 31 Januari 2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia
2. Undang-Undang RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
3. Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Sumber: BPPP TEGAL