Friday, August 17, 2012

KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI KERAPU MACAN


Menurut Tarwiyah (2001), Ikan kerapu macan (Epinehelus fuscoguttatus) digolongkan pada :
KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI KERAPU MACAN

Morfologi Ikan Kerapu Macan
Ikan kerapu bentuk tubuhnya agak rendah, moncong panjang memipih dan menajam, maxillarry lebar diluar mata, gigi pada bagian sisi dentary 3 atau 4 baris, terdapat bintik putih coklat pada kepala, badan dan sirip, bintik hitam pada bagian dorsal dan poterior. Habitat benih ikan kerapu macan adalah pantai yang banyak ditumbuhi algae jenis reticulata dan Gracilaria sp, setelah dewasa hidup di perairan yang lebih dalam dengan dasar terdiri dari pasar berlumpur. Ikan kerapu termasuk jenis karnivora dan cara makannya "mencaplok" satu persatu makan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar. Pakan yang paling disukai kenis krustaceae (rebon, dogol dan krosok), selain itu jenis ikan-ikan (tembang, teri dan belanak).
1.3         
Biologi
Bila waktu memijah tiba, ikan jantan dan betina akan berenang bersama-sama dipermukaan air. Pemijahan terjadi pada malam hari, antara pukul 18.00 sampai pukul 22.00. jumlah telur yang dihasilkan tergantung dari berat tubuh betina, contoh betina berat 8 kg dapat menghasilkan telur 1.500.000 butir. Telur yang telah dibuahi bersifat "non adhesive" yaitu telur yang satu tidak melekat pada telur yang lainnya. Bentuk telur adalah bulat dan transparan dengan garis tengah sekitar 0,80 - 0,85 mm. Telur yang telah dibuahi akan menetas menjadi benih yang aktif berenang. Benih inilah yang umum tertangkap oleh nelayan. Kelimpahan benih ikan kerapu ini sepanjang tahun tidak sama. Kelimpahan yang paling tinggi disekitar Teluk Banten terjadi pada bulan Februari sampai April. Telurnya berwarna coklat dengan diameter 200 – 300 mikron, sedangkan pada saat dewasa berwarna kuning cerah.
Perkembangbiakan dengan dua cara yaitu parthenogenesis dan biseksual. Nauplius tubuhnya terdiri dari tiga pasang anggota badan yaitu antenula, antenna I yang berfungsi sebagai alat sensor dan antenna II yang berfungsi sebagai alat gerak atau penyaring makanan dan rahang bawah belum sempurna. Artemia dewasa berukuran 1- 2 cm dengan sepasang mata majemuk dan 11 pasang thoracopoda

Reproduksi
Siklus hidup Artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur. Setelah 15-20 jam pada suhu 25 derajat celcius kista akan menetas menjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan tetapmenyelesaikan perkembanganya kemudian berubah menjadi naupli yang akan bisa berenangbebas. Pada awalnya naupli aka berwarna orange kecoklatan akibat masih mengandungkuning telur. Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnyabelum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam mereka akan ganti kulit dan memasukitahap larva kedua. Dalam fase ini mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa mikroalga, bakteri, dan detritus organic lainya. Pada dasarnya mereka tidak akan peduli (tidakmemilih) jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia dalam air denganukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasadalam kurun waktu. 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8 cm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm.pada kondisi demikian biomasnya akan mencapai 500 kali dibandingkan biomas pada fasenaupli

Pakan kerapu
a.      Kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan sangat berpengaruh pada kondisi gonade induk dan juga keberhasilan pemijahan nantinya.
b.      Pakan utama induk kerapu adalah ikan dengan kandungan lemak rendah seperti ikan belanak, ikan ekor kuning, ikan layang dsb. Sekali waktu juga diberikan cumi-cumi.
c.       Dosis pemberian pakan adalah 3 – 5 % TBW dan sebaiknya diberikan secara pelan-pelan, satu persatu sebanyak 2 kali sehari, pagi hari jam 07.00 dan sore hari jam 16.00.
d.      Untuk mempercepat kematangan gonade induk, diberikan beberapa vitamin seperti vitamin E, vitamin C dan vitamin B-compleks.
e.       Dosis pemeberian vitamin E adl 30 – 50 mg/kg ikan, dan dosis vitamin B and vitamin C adl100 mg/fish.
Pemanfaatan Artemia Sebagai Pakan Alami
Populasi Artemia ditemukan di lebih dari 300 danau air asin baik alamiah maupun buatan di seluruh dunia ((Sorgeloos at al, 2006). Kemampuan beradaptasi secara fisiologis artemia di kadar garam yang tinggi menjadikan hewan ini satusatunya yang paling efisien pada system osmoregulasinya di kerajaan binatang (Croghan at al, 2006). Apalagi hewan ini juga mampu mensintesa secara efisien pigmen-pigmen respirasi (haemoglobin) untuk mengatasi rendahnya kadar oksigen di media hidupnya dimana konsentrasi kadar garamnya sangat tinggi (Gilchrist at al, 2006) dan akhirnya dapat memproduksi kista dormannya ketika kondisi lingkungan membahayakan kelangsunganhidupnya. Sehingga Artemia hanya akan ditemukan di perairan dengan kadar garam dimana predatornya tidak bias hidup di dalamnya, yaitu pada ≥70 ppt (Sorgeloos at al, 2006). Pada kondisi dimana tidak ada predator dan kompetitor Artemia dapat sering berkembang dalam kultur tunggal (monokultur) yang skala besar, dengan densitas yang terkontrol terutama oleh makanan yang terbatas. Reproduksi ovoviviparous (nauplii sebagai keturunan langsungnya) terjadi biasanya pada tingkat kadar garam yang rendah, sementara kista sebagai hasil reproduksi oviparous diproduksi pada salinitas diatas 150 ppt (Sorgeloos at al, 2006).
Kista kering diambil di tambak-tambak garam atau danau-danau garam dan di produksi pada Artemia yang diberi makan fitoplankton alami. Perkembangan terkini menunjukkan bahwa mengkultur nauplii Artemia hingga dewasa sebagai pakan langsung bagi larvae yang lebih besar merupakan sumber protein bagi pakan hewan bahkan untuk manusia(Sorgeloos at al, 2006).
Semenjak munculnya ekspansi lavikultur secara komersial dan mendunia pada ikan laut dan udang-dangan yang membutuhkan kista Artemia dalam jumlah banyak, dimana kista kemudian akan ditetaskan menjadi nauplii sebagai pakan larvae, kebutuhan akan adanya Artemia menjadi sangat krusial di industry marikultur. Nauplii Artemia yang baru menetas tidak hanya paling baik tetapi juga diakui sebagai makanan alami yang gampang didapat (available) bagi larvae ikan dan krustacea di masa-masa awal siklus hidupnya. Kajian pustaka oleh Lager at al. (2006) mendaftar bahwa kelompok organisme dalam kerajaan hewan yang paling luas (defersifikatif) seperti foraminifera, cacing pipih, polikaeta, cnidarians, cumi-cumi, insekta, chaetognatha, ikan, dan krustasea telah diberi Artemia sebagai sumber pakannya. Kemudahan pemanfaatan Artemia terletak pada keseterdiaan kista kering kemasan yang memuaskan konsumen seperti para akuaris, akuakulturis, ahli ekologi perairan, dan ahli toksikologi lingkungan yang memanfaatkan Artemia sebagai hewan standard di laboratorium. Menurut Kinne at al (2006) lebih dari 85% hewan laut yang dikultivasi sejauh ini telah diberi Artemia sebagai sumber makanannya baik secara single maupun kombinasi dengan sumber makanan yang lain.
Meskipun banyak pakan buatan telah diproduksi, namun larvae Artemia lanjut dan Artemia dewasa masih merupakan pakan yang paling baik dalam budidaya ikan dan postlarvae krustasea (Sorgeloos at al, 2006). Naiknya permintaan menyebabkan berkembangnya produksi Artemia di banyak Negara, bahkan di Negara dimana tidak ditemukan Artemia di alam. Di Negara-negara tersebut artemia diproduksi secara ekstensif, semi-intensif atau secara intensif komersial atau di tambak-tambak garam. Namun demikian, produksinya tidak bisa mensuplai permintaan dunia akan kista secara nyata akibat tidak konsistensinya kualitas penetasan (Tackaert and Sorgeloos at al, 2006) dan nilai nutrisinya bervariasi dari sumber-sumber yang ada walaupun dengan wadah yang sama (Sorgeloos at al, 2006). Sekarang, lebih dari 70% produksi kista dunia masih tergantung pada produksi kista di Great Salt Lake of Utah-USA. Namun demikian, produksinya juga mengkawatirkan karena tergantung pada kondisi (Bengtson at al, 2006).

Karena sifatnya Artemia yang tidak selektif dalam mengambil makanan, maka hewan ini bisa diberi makanan apapun sepanjang ukurannya tidak lebih dari 50 μm. Sehingga, pengkayaan makanan dengan essential fatty acid (EFA) akan diproduksi Artemia dengan kualitas nutrisi yang lebih baik pula.